Ditinjau
dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan,
yaitu:
- Batubara untuk bahan bakar, disebut batubara bahan bakar (steaming coal, fuel coal, atau energy coal)
- Batubara bitumen untuk pembuatan kokas, disebut batubara kokas (cooking coal)
- Batubara untuk dibuat bahan-bahan dasar energi lainnya, disebut batubara konversi (conversion coal)
1. BATUBARA UNTUK BAHAN BAKAR
Sebagai bahan bakar, batubara dapat dimanfaatkan untuk
mengubah air menjadi upa didalam suatu ketel uap atau boiler PLTU, untuk
membakar bahan pembuat klinker dipabrik semen, dan sebagai bahan bakar di
industri-industri kecil. Pada hakikatnya, semua batubara dapat dibakar, tetapi
pemanfaatannya sebagai bahan bakar tertentu perlu dipenuhi berbagai persyaratan
tertentu pula. Misalnya, sebagai baha bakar di PLTU diperlukan batubara yang
mempunyai kandungan ash <30%. Ketel yang memanfaatkan batubara halus
dapat didesain agar bisa membakar batubara dengan kandungan ash lebih tinggi
lagi, katakanlah 50%. Akan tetapi, dengan kandungan ash yang demikian besar
dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengoperasiannya. Bahkan pada pembakaran
batubara yang mengandung ash <30% pun masih banyak menimbulkan masalah pada
ketel karena dapat menyebabkan erosi dan kerak pada tabung uap.
Umumnya, pembuatan sebuah ketel suatu PLTU dirancang untuk
membakar batubara dengan spesifikasi yang telah ditentukan, sesuai dengan sifat
batubara yang akan menjadi “makanannya”. Spesifikasi ini kadang-kadang
mempunyai nilai rentang yang agak panjang sehingga dapat menampung batubara
lebih dari satu sumber. Itulah sebabnya mengapa sewaktu masih dalam tahapan
eksplorasi dan studi kelayakan tambang, berbagai parameter penting sebagai
penentu tersebut dalam sampel inti bor sudah mulai ditentukan. Jadi, suatu PLTU
dibangun menurut spesifikasi batubara yang akan “membakarnya”, bukan sebaliknya
(kecuali jika PLTU sudah ada dan perlu tambahan pasokan, harus dicari batubara
yang mempunyai spesifikasi sama dengan spesifikasi batubara yang digunakan
dalam perancangan ketel tersebut). Umumnya, batubara harus cukup untuk memasok
PLTU selama 30 tahun, karena umur
PLTU sekitar tiga puluh tahunan. Bila batubara pasokan tersebut masih
kurang, maka harus dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel
PLTU tersebut. Semua PLTU yang direncanakan dibangun di Indonesia, satu unitnya
berkapasitas 50 – 400 MW. Untuk yang berkapasitas >200 MW, umumnya dipakai
cara pulverised fuel,
sedangkan untuk yang kapasitasnya lebih kecil digunakan cara fluidised bed combustion ataupun
pembakaran pada panggangan (grate
firing).
Demikian pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus
menggunakan bahan bakar batubara, dan yang telah dibangun sebelum Peraturan
Presiden ditetapkan, harus mengganti bahan bakar minyaknya dengan batubara.
Untuk keperluan tersebut harus dibangun kiln
untuk membakar batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti
halnya PLTU. Hanya untuk pabrik semen, persyaratan yang diminta lebih ringan
bila dibandingkan dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar telah mulai
dirintis dalam industri kecil, seperti pabrik kertas, pabrik gula, pabrik bata,
pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal ini terutama untuk memanfaatkan batubara
dengan cadangan kecil.
Pada saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara
untuk menggantikan minyak tanah sebagai bahan bakar tidak berasap (smokeless
fuel) di rumah tangga. Untuk keperluan tersebut, batubara dikarbonisasikan pada
suhu rendah, digerus dan diberi bahan perekat, kemudian dicetak dan dibentuk
menjadi briket batubara. Di Victoria-Australia, bahan untuk briket batubara
berasal dari batubara peringkat (rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit
yang mengandung mositure >60%.
2. BATUBARA UNTUK KOKAS
Kokas ialah residu padat yang tertinggal
bila batubara dipanaskan tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya
hilang. Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai
suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan memadat
kembali membentuk material yang porous. Material ini merupakan padatan kaya
karbon yang disebut kokas.
Kebanyakan kokas digunakan dalam pembuatan besi dan baja
karena memberikan energi panas dan sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi
(reduktor) terhadap bijih besi yang dikerjakan didalam tanur suhu tinggi atau
tungku pembakaran (blast furnace).
Kokas untuk keperluan tersebut, umumnya padat dan relatif kuat, dihasilkan dari
batubara tertentu., baik tunggal maupun campuran, dalam oven kokas (coke oven). Residu hasil karbonisasi
yang merupakan material serbuk yang tidak berlubang atau massanya menggumpal
disebut char. Bahan ini dapat
dibuat briket dan digunakan sama seperti kokas (kokas jenis ini disebut sebagai
formed coke) atau langsung dipakai
sebagai elektroda karbon.
Umumnya, ada dua istilah yang dapat membingungkan kita,
yaitu istilah “caking” dan “coking”. Caking ialah kemampuan batubara untuk
meleleh ketika dipanaskan dan kembali membentuk residu yang koheren ketika didinginkan.
Syarat mutlak untuk batubara kokas ialah batubara itu harus meleleh membentuk cake jika dipanaskan. Tidak semua caking
coal adalah cooking coal. Coking digunakan untuk menerangkan bahwa batubara
tersebut cocok untuk dibuat kokas. Walaupun begitu, keterangan ini berlawanan
dengan definisi klasifikasi batubara hard
coal menurut ISO yang mendefinisikan caking kebalikan dari coking. Caking
menunjukkan penggumpalan (agglomeration)
dan pengembangan (swelling). Selama
dipanaskan (index crucible swelling
number dan Roga), sedangkan
coking menunjukkan penggumpalan dan pengembangan selama pemanasan lambat (dilatation atau Gray-King coke type). Hal ini menimbulkan kerancuan dalam pemakaian
kedua istilah tersebut.
Batubara yang dapat dibuat kokas harus mempunyai peringkat
dan tipe tertentu. Sebagian zat organik dalam batubara mempunyai peranan dalam
sifat-sifat pelelehan tadi. Dalam batubara kokas yang prima, yaitu yang
membentuk kokas metalurgi yang sangat baik, harus dicapai suatu perbandingan
yang optimal antara zat yang reaktif
dan zat yang inert (tidak meleleh).
Berbagai parameter yang menentukan batubara kokas (peringkat
dan jenisnya telah memenuhi syarat), termasuk kokas metalurgi, ialah kandungan ash tidak terlalu tinggi, hampir tidak
mengandung sulfur dan fosfor, serta zat yang mudah menguapnya dalam kokas harus
kecil. Untuk menentukan sifat-sifat batubara kokas digunakan crucible swelling number, Gray King coke
type, plastisitas dan fluiditas.
3. BATUBARA KONVERSI
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan
tidak sebagai bahan bakar padat, tetapi energi yang dikandungnya, disimpan
dalam bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat dilakukan
melalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan batubara atau likuifaksi (coal liquefaction).
Dalam proses gasifikasi, semua zat organik dalam batubara
diubah kedalam bentuk gas, terutama karbon monoksida, karbon dioksida, dan
hidrogen. Gas-gas ini kemudian dapat pula diubah menjadi bahan-bahan kimia,
seperti pupuk dan metanol.
Proses likuifaksi bertujuan
mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian yang dilakukan SASOL di Afrika
Selatan yang telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (gasolin, diesel,
jet fuel), gas maupun bahan kimia lain melalui pembuatan gas. Cara langsung
ialah dengan menghidrogenasikan batubara (rasio atom hidrogen/karbon = 0,7)
sehingga menjadi minyak (rasio atom hidrogen hidrogen/karbon >1.2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar